Indonesia Website Awards

Fakultas Hukum Internasional di Universitas Padjadjaran

fakultas hukum internasiona di unpad

Fakultas Hukum Internasional – Mahasiswa jurusan hukum internasional kayak gimana sih? Mau tahu senang susahnya menjadi bagian dari jurusan hukum internasional? Simak di bawah ini ya!

Pertama, mahasiswa jurusan hukum internasional menggunakan referensi berbahasa inggris bahkan bisa dibilang konvensi Hukum Laut tahun 1982, Konvensi Marpol, buku , maupun videonya berbahasa inggris. Cocok sekali bagi teman-teman yang suka maupun menantang diri disini untuk bisa pintar berbahasa inggris. 

Baca Juga: Jurusan Syariah Terbaik 

Salah satu referensi dari buku hukum internasional terkait Humaniter ialah Marco Sasoli and Antoine A Bouvier, How Does Law Protect in War? : Cases, Documents and Teaching Materials on Contemporary Practice in International Humanitarian Law,, Volume I, 2nd Edition, ICRC, Geneve,2008.

Kedua, dosen mahasiswa jurusan hukum internasional sangat menyukai kesempurnaan dalam mengerjakan tugas. Dalam hal kedisplinan waktu mengerjakan, dalam hal kerapihan, dalam hal kritisnya dalam berpikir biasanya disebut (Act a Lawyer), dan semua yang diberikan tentunya harus dipelajari lebih dulu sebelum memasuki kelas. Agar tidak dalam otak kosong ketika belajar dalam dosen hukum internasional.

Ketiga, mahasiswa jurusan hukum internasional kelas kedua yang sedikit orangnya karena memungkinkan diri teman-teman untuk lebih mengerti dan banyak bertanya di dalam kelas.

Keempat, menjadi mahasiswa jurusan Fakultas Hukum Internasional harus siap-siap menyiapkan diri dalam hal ketika lulus karena tugas akhir bukan lagi skripsi yang bertumpuk banyak kertas. Namun, menyiapkan artikel berbahasa inggris yang bisa tembus ke jurnal sinta 2. dalam hal persiapan artikelnya harus dalam bahasa inggris ketika mau sidangnya ya dan walaupun hanya lima belas lembar artikelnya itu harus out of the box.

Agar artikelnya bisa tembus dan mendapatkan nilai sempurna yang diimpikan. Kalau mendapatkan nilai yang terbaik pihak kampus maupun dosen yang akan membayarkan teman-teman dalam mensubmit ke jurnal tersebut.

Terakhir, menjadi mahasiswa hukum internasional harus siap dengan tugas dadakan yang diberikan oleh dosen dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Agar ketika teman-teman telah lulus bisa berpikir lebih cepat dalam menganalisis setiap kasus. Termasuk dallam hal yang berprinsip kemanusiaan yang sering disebut dalam “ICRC” di setiap hukum humaniter internasional.

Berikut contoh kasus Humaniter mengenai penembokan yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina “Does the ICJ explains why the wall/fence violates Art.47, 49, 52, 53 and 59 GC IV?  Can you explain this for each of the provisions? Do you agree with Judge Higgins’ criticism?” (see paras. 23 and 24 of her opinion)

ICJ menyebutkan pasal-pasal tersebut dalam beberapa paragraf sebagai berikut:

Art. 47, pada paragraf 95, 125, 126 dan 135

Art. 49, pada paragraf 120, 134 dan 135

Art. 52, pada paragraf 125 dan 126

Art. 53, pada paragraf 125, 126, 132 dan 135

Art. 59, pada paragraf 125 dan 126

Meskipun demikian, ICJ tidak menjelaskan dengan baik secara fakta maupun secara hukum mengenai pelanggaran Israel yang mana diaplikasikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut.

Menurut analisis pribadi ditemukan fakta pada paragraf 132-137, yang mana Mahkamah mengkonfirmasi dan menerima validitas laporan dari beberap subjek mengenai akibat pembangunan tembok tersebut. Hal ini menciptakan krisis pangan sbeagaimana dinyatakan:

“In a recent survey conducted by the World Food Programme, it is stated that the situation has aggravated food insecurity in the region, which reportedly numbers 25,000 new beneficiaries of food aid (report of the Secretary-General, para. 25).”

Atas adanya fakta tersebut, tidak diperolah fakta apabila Israel memberikan bantuan terhadap krisis suplai yang terjadi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa israel telah melanggar Pasal 59.

Mengenai kritikan Judge Higgins dalam Separate Opinion-nya, saya menekankan kritikan berikut:

“It might have been expected that an advisory opinion would have contained a detailed analysis, by reference to the texts, the voluminous academic literature and the facts at the Court’s disposal, as to which of these propositions is correct. Such an approach would have followed the tradition of using advisory opinions as an opportunity to elaborate and develop international law.”

But the Court, once it has decided which of these provisions are in fact applicable, thereafter refers only to those which Israel has violated. Further, the structure of the Opinion, in which humanitarian law and human rights law are not dealt with separately, makes it in my view extremely difficult to see what exactly has been decided by the Court.”

Dalam hal ini, kenyataannya dalam pendapatnya mahkamah tidak menjelaskan secara jelas mengenai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Israel, hal ini didukung oleh Declaration Of Judge Buergenthal dalam paragraf 7, 8 dan 10 bahwa ada beberapa hal yang oleh mahkamah tidak dijawab berkaitan dengan legalitas Israel untuk menjustifikasi bentuk pelanggaran yang ada. Nah, mungkin itulah beberapa gambaran atau bocoran menjadi mahasiswa hukum internasional yang dialami.

Semoga bermanfaat artikel tentang Fakultas Hukum Internasional dan jangan pantang menyerah untuk menjadi yang terbaik dari sekian banyak orang.