Indonesia Website Awards

Jiwa Muda Pendorong Proklamasi Menteng 31 Essay

Jiwa Muda Pendorong Proklamasi Menteng 31 Essay

Jiwa Muda Pendorong Proklamasi Menteng 31 Essay – Menggeliatnya pertumbuhan ekonomi di Batavia, dimanfaatkan oleh seorang pengusaha asal Belanda bernama L.C Schomper. Di tahun 1938, ia mendirikan sebuah hotel yang diberi nama hotel Schomper. Namanya sendiri.
Hotel Schomper menjadi hotel kelas atas, khususnya ditujukan untuk pejabat tinggi. Baik dari pihak Belanda, maupun asli pribumi.

Tanda Kedidkdayaan Belanda Luntur

Hotel bergaya arsitektur kolonial, dengan pilar berbahan marmer. Menjadikan Hotel Schomper sebagai hotel termegah di Batavia saat itu. Munculnya Jepang di Indonesia, membuat kedikdayaan Belanda luntur. Mereka terpaksa angkat kaki dari Indonesia, dan menyerahkan negeri jajahan beserta semua isinya pada Jepang. Semua yang berbau Belanda dihilangkan. Diantaranya dengan mengganti nama kota Batavia menjadi Jakarta.

Golongan Pemuda Mulai Ambil Peran

Termasuk Hotel Schomper yang diambil alih Jepang, berganti nama pula jadi Gedung Menteng 31. Tempat awal dari perjuangan kemerdekaan yang digalakkan sekelompok pemuda, yang dimulai sejak 1942. Mereka antara lain Sukarni, Wikana, Adam Malik, Darwis, dan Chaerul Saleh. Yang mendapat izin dari bala tentara Jepang yang berjaga di Gedung Menteng 31, untuk tinggal di sana. Menjadi asrama tempat mereka bernaung.

Baca Juga: Tanda Baca yang Tepat Setelah “Merdeka”-Sebuah Esai

Bergerak Dari Latar Belakang yang Berbeda-beda, Bersatu Dalam Satu Tujuan

Sesungguhnya, para pemuda itu berasal dari beragam latar. Sukarni yang seorang pedagang soto yang lahir di Blitar namun merantau ke Jakarta. Chaerul Saleh dari kaum intelektual, pernah bersekolah di sekolah tinggi hukum Recht hoogeschool. Dan Wikana, sang pekerja angkatan laut Jepang. Berkumpul dalam satu asrama, dengan satu tujuan. Memperoleh kemerdekaan.
Asrama ini pun secara diam-diam, menjadi tempat bertukar ide dan gagasan para penghuni. Tentang pergerakan merebut kemerdekaan. Disini pula, dibentuk berbagai organisasi nasionalis. Seperti PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat).

Pecahnya Perang Asia Timur Raya

Hingga Jepang mulai angkuh, dengan melancarkan serangan kepada pelabuhan Pearl Harbour, Angkatan Laut Amerika Serikat. Memicu pecahnya perang asia timur raya. Jepang kewalahan dan terdesak, hingga 2 bom atom mendarat di dua wilayah paling maju di Jepang, Hiroshima dan Nagasakai. Jepang semakin kesulitan dalam perang, mengharapkan bantuan dari berbagai wilayah jajahannya.

Golongan Pemuda Melihat Peluang

Termasuk Indonesia, lewat rayuan agar mau membantu Jepang dalam perang. Yaitu dengan janji kemerdekaan, diperbolehkannya mengibarkan bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya. Rayuan Jepang dianggap pemuda Menteng 31 hanya isapan jempol belaka. Benar saja, tersebarlah berita di antara pemuda. Bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat dengan sekutu. Bagi Sukarni dan kawan-kawan, kalahnya Jepang justru peluang. Memproklamirkan kemerdekaan dengan segera. Mereka mendesak golongan tua, yang dimotori Soekarno dan Hatta. Namun, wibawa mereka sulit tergoyahkan. Mereka tetap menunggu janji Jepang.

Baca Juga: [Pengembangan Diri]: Meningkatkan Kualitas Diri dan Negara

Bahkan, pemuda Menteng 31 pada 15 Agustus 1945. Lewat utusan mereka, Wikana dan Darwis. Menghampiri Bung Karno di kediamannya, hingga Wikana mengancam dengan sebilah parang. Agar proklamasi dilaksanakan secepatnya. Bung Karno malah menantang balik Wikana, agar menebas lehernya dengan parang tersebut. Tentulah Wikana tidak berani.

Penculikan Bung Karno dan Bung Hatta

Bermodalkan nekat, para pemuda Menteng 31 pun “Menculik” Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Tempat yang dirasa aman untuk proklamasi, walau Ahmad Soebardjo dari golongan tua pun datang ke Rengasdengklok. meyakinkan Bung Karno bahwa Jepang telah kalah. Bung Karno dan Bung Hatta, beserta pemuda Menteng 31 bergegas kembali ke Jakarta. Mempersiapkan segala keperluan proklamasi.

Buah Kerja Keras Golongan Muda

Hari maha penting pun tiba. 17 Agustus 1945, Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan di kediamannya. Pemuda Menteng 31 begitu bersyukur, buah kerja keras mereka. Para anak bangsa yang berbeda latar, mampu mewujudkan kemerdekaan yang didamba.

Penulis: Muhammad Fikram Pratama