Indonesia Website Awards

Mengubah Pola Pikir Pelajar Generasi Millennial “Pemburu” Nilai Ujian

Mengubah Pola Pikir Pelajar Generasi Millennial "Pemburu" Nilai Ujian

Mengubah Pola Pikir Pelajar Generasi Millennial “Pemburu” Nilai Ujian – “Besok saya ujian, tapi saya tidak peduli. Karena selembar kertas tidak akan menentukan nasib saya dimasa yang akan datang” (Thomas Alfa Edison)
Quotes pada umumnya seperti pisau bermata dua. Dapat memberikan suntikan semangat dalam melakukan kegiatan sehari-hari, salah satunya sebagai motivasi dalam belajar. Dan quotes dapat juga sebagai pemicu “kemalasan” seseorang, seperti halnya malas dalam berusaha dan melakukan sesuatu. Jadi, quotes itu tidak selamanya memicu semangat saja. Tetapi dapat membuat orang bermalas-malasan. Karena quotes ibarat pisau bermata dua yang di mana tergantung pemakainya menggunakan dan memanfaatkannya.
Masih dalam konteks quotes, pasti kalian sudah tidak asing dengan quotes legend di atas bukan. Yaps, quotes dari bapak penemu bola lampu pijar yaitu Thomas Alfa Edison tersebut banyak tersebar di status-status atau stories para pelajar mendekati ujian-ujian sekolah. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan quotesnya, tetapi salah pada penafsiran dan pemahaman dari rata-rata pelajar.
Memang tidak menutup kemungkinan terdapat banyak penafsiran dari quotes tersebut. Sebab beda orang berbeda juga penafsiran atau interpretasinya. Tetapi penyimpangan dari pemahaman yang salah membuat tingkat motivasi atau dorongan untuk berusaha juga akan mengalami penurunan. Seperti halnya quotes tersebut, disalahgunakan atau diselewengkan makna sesungguhnya oleh para oknum-oknum pelajar yang malas untuk belajar dalam menghadapi ujian-ujian sekolah. Berikut penjelasan dan pemahamannya :
Maksud “besok saya ujian, tapi saya tidak peduli” bukan kemudian kita tidak belajar untuk mempersiapkan ujian yang akan datang. Melainkan mempersiapkan kemampuan atau skill jauh-jauh hari sebelum mendekati ujian. Karena selembar kertas tidak akan menentukan nasib di masa yang akan datang memerlukan skill yang menjadi kelebihan dari diri kita di antara pelajar-pelajar yang hanya mengejar nilai tinggi dengan cara yang tidak fair play dalam mengerjakan selembar kertas ujian tersebut. 
Percaya pada kemampuan diri sendiri lebih utama dan lebih mulia daripada mencotek teman sebelah meja yang hanya menambah dosa karena tidak jujur dalam mengerjakan tiap soalnya. Sebab semua pasti ada pertanggung jawabannya. Baik berupa pertanggung jawaban di hadapan manusia maupun di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Nilai tinggi bukanlah ukuran intelektual seseorang dan nilai tinggi bukanlah jaminan langsung mendapat pekerjaan. Sebab, untuk mendapatkan suatu pekerjaan di era millenialis ini bukanlah nilai raport, IPK, dll yang berupa angka. 
Karena angka bisa dimanipulasi dengan mudah di era digital ini. Kenyataannya, banyak pengangguran intelektual (golongan sarjana/yang terpelajar) yang susah melamar pekerjaan. Menurut Kemenristek Dikti, di tahun 2017 sarjana pengangguran mencapai 8,8% dari total 7 juta pengangguran yang ada di Indonesia. Jumlahnya mencapai lebih dari 630 ribu orang. Hal ini karena banyaknya persaingan yang semakin ketat ditandai dengan dibukanya era pasar bebas. Dan rata-rata kualifikasi yang dicari adalah yang mempunyai skill atau keahlian tertentu.
Jadi, pada kesimpulannya skill atau keahlian itu berlaku jangka panjang, tidak seperti dengan nilai raport yang hanya sementara dan tidak bisa sebagai tolak ukur kemampuan seseorang. Karena walaupun tidak mengenyam bangku sekolah, atau bangku perkuliahan masih dapat mendapat pekerjaan yang layak sesuai dengan skill yang dimiliki. 
Seperti halnya pengusaha sekaligus sebagai Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang tidak mengenyam pendidikan tinggi seperti menteri-menteri lainnya, mampu menjadi menteri yang luar biasa. Karena skill yang mampu beliau pertanggungjawabkan kepada rakyat Indonesia, khususnya para nelayan di pesisir pantai. Pertanyaannya sudahkah kalian mempunyai skill atau keahlian khusus?
Referensi : kompasiana.com | pikiran-rakyat.com