Indonesia Website Awards

Program Rektor Asing, Berikut Pendekatan Secara Ilmu Hukumnya!

Shalaazz Pemerintah Datangkan Rektor Asing, Bagaimana Pendekatan Secara Ilmu Hukum?  – Rektor selaku pimpinan adalah jabatan struktural tertinggi pada suatu Perguruan Tinggi Negeri. Rektor sebagai posisi strategis bisa menjadi penggerak dan penghalang mahasiswa dimana sebagai calon penerus dengan perilaku intelek, dinamis dan kritisnya untuk beberapa tahun kemudian. Bagaimana pendekatan hukum terhadap pemerintah yang serius untuk mendatangkan Rektor Asing? Simak penjelasannya di bawah ini!

Regulasi Tentang Rektor Asing

Ketentuan khusus yang mengatur tenaga kerja asing khususnya Rektor Asing setelah kemerdekaan terdapat dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing atau disebut pula dengan Undang-undang tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing. Alasan diterbitkannya Undang-undang tersebut, karena pada saat itu berbagai bidang-bidang pekerjaan tertentu ditempati oleh tenaga kerja asing. Hal ini selain melanjutkan bidang perkerjaan yang sudah dilaksanakan pada masa kolonial. Pun juga dikarenakan tenaga kerja Indonesia belum memungkinkan menempati bidang-bidang pekerjaan tetentu. Baik di bidang-bidang teknis maupun bidang-bidang usaha dalam suatu perusahaan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing

Padahal, disadari kondisi tersebut tidak boleh berlangsung terus. Karena tidak baik untuk perkembangan tenaga kerja Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah berusaha untuk mengatasi hal tersebut dengan membuat Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958, untuk tenaga kerja asing hanya menempati posisi dan jangka waktu tertentu. Posisi yang dibatasi juga bukanlah bagian pemimpin tertinggi sama halnya seperti Rektor yang merupakan posisi tertinggi di kewilayahan yang setara dengan Gubernur. Kalaupun tinggi posisinya, harus didampingi oleh tenaga kerja dalam negeri, disertai dengan pengawasan yang cukup tinggi. Jangka waktu yang dibatasi hanya sekitar satu tahun dan untuk diperpanjang hanya ditambah satu tahun kembali.

Jangka Waktu Rektor Dalam Negeri dengan Rektor Asing di Indonesia

Dilihat dari Masa jabatan Rektor sekitar 5 tahun seperti jabatan presiden. Sedangkan dalam hukum ketenagakerjaan, tenaga kerja asing hanya memiliki jangka waktu bekerja sekitar satu tahun, kalaupun diperpanjang hanya satu tahun lagi. Jadi sekitar 2 tahun lamanya tenaga kerja asing bekerja di Indonesia. Dalam Undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa paspor para tenaga kerja asing ini tertulis, bahwa izin yang diberikan pemerintah Indonesia oleh pihak imigrasi adalah untuk bekerja sebagai tenaga kerja asing di Indonesia dengan jabatan dan waktu tertentu bahkan hanya sebagai turis.

Terdapat Prioritas Pembangunan Nasional

Hal itu pun harus diselaraskan dengan prioritas pembangunan nasional. Tidak boleh sembarangan dalam menunjuk pemimpin dari luar negeri hanya karena ingin memajukan pendidikan dalam negeri. Kalaupun izin mempekerjakan tenaga asing untuk rektor ini dilaksanakan, harus jelas terlebih dahulu rencana penggunaan tenaga kerja rektor asing ini untuk apa?. Kalau hanya alasan untuk memajukan pendidikan dalam negeri sepertinya tidak harus mencari ke luar negeri. Bukankah anak-anak negeri ini lebih pintar dari luar negeri?. Buktinya, banyak pemuda-pemudi yang risetnya luar biasa brilian. Bahkan hingga diperkejakan di luar sana dengan gaji yang tinggi.

Rektor Sebagai Penggerak dan Representasi Bangsa yang Berkemajuan

Bukankah ini cerminan para pemuda-pemudi yang sudah memaksimalkan pendidikannya? Masihkah pemerintah tidak mempercayai pemuda-pemudi bangsa di dalam negeri untuk memimpin negeri? Mereka perlu diasah dan digiatkan kembali dalam hal kepemimpinan, keagamaan, pendidikan hingga mencapai doktor ataupun professor. Bukan langsung mengimpor sumber daya manusia dari luar saja. Karena risikonya juga tinggi untuk pendidikan di dalam negeri. Khususnya rektor ialah penggerak dan representasi dari masyarakat untuk mewujudkan tridharma perguruan tinggi sekaligus sebagai pondasi kemajuan suatu bangsa.

Editor: Andrian Kukuh Pambudi